D4 Adalah Gelar

D4 Adalah Gelar

Jenis Gelar Pendidikan

Gelar akademik meliputi gelar yang diberikan untuk pendidikan program sajana dengan gelar sarjana (S.) dan dilengkapi dengan jurusan yang diambil. Lalu, gelar magister (M.) pada jenjang S2, dan gelar Doktor (Dr.) pada jenjang S3.

Gelar vokasi diberikan kepada mahasiswa yang mengikuti pendidikan vokasi, meliputi A. P. (Ahli Pratama) untuk mahasiswa jenjang D1, A.Ma. (Ahli Muda) untuk jenjang D2, A.Md. (Ahli Madya) untuk jenjang D3, S.Tr. (Sarjana Terapan) untuk mahasiswa jenjang D4, M.Tr. (Magister Terapan) untuk jenjang S2, dan Dr.Tr. (Doktor Terapan) untuk mahasiswa jenjang S3.

Gelar profesi diberikan kepada seseorang yang menuntaskan pendidikan profesi dan spesialis.

Perlu diperhatikan, gelar pendidikan dapat dicabut apabila karya ilmiah yang digunakan untuk memperoleh gelar terbukti merupakan hasil jiplakan atau plagiat. Seseorang dilarang menggunakan gelar jika tidak memiliki hak untuk menggunakannya.

Politeknik Tempo - Pendidikan di Indonesia menawarkan berbagai jenjang dan jenis gelar, salah satunya adalah gelar Sarjana Terapan (D4). Seiring pertumbuhan sistem pendidikan tinggi, pertanyaan yang sering muncul adalah sejauh mana gelar Sarjana Terapan (D4) sebanding atau sejajar dengan gelar sarjana lainnya.

Gelar Sarjana Terapan (D4) merujuk pada pendidikan vokasi atau pendidikan kejuruan di tingkat Diploma 4. Gelar ini diberikan setelah menyelesaikan program studi yang berfokus pada penerapan praktis dalam bidang tertentu. Sarjana Terapan (D4) biasanya ditawarkan di Politeknik dan berfokus pada pengetahuan teknis yang kuat serta pengalaman praktis dalam bidang spesifik.

Perbedaan utama antara gelar Sarjana Terapan (D4) dan gelar sarjana (S1) terletak pada fokus kurikulumnya. Program gelar Sarjana Terapan (D4) memiliki bobot praktek 60% dan teori 40%, maka dari itu gelar ini lebih menekankan keterampilan praktis dan aplikatif di lapangan. Sebaliknya gelar sarjana (S1) seringkali lebih mendalam pada aspek teori dan akademis dalam suatu disiplin ilmu daripada praktek langsung ke lapangan.

Meskipun ada perbedaan pendekatan, penting untuk diingat bahwa kedua gelar ini memiliki nilai dan relevansi yang signifikan di pasar kerja. Gelar Sarjana Terapan (D4) umumnya mempersiapkan lulusannya dengan keterampilan langsung yang dibutuhkan oleh industri, sementara gelar sarjana (S1) cenderung menawarkan perspektif yang lebih luas dalam suatu bidang studi.

Sebagian besar industri dan perusahaan menghargai lulusan dengan gelar Sarjana Terapan (D4) karena keterampilan spesifik yang dimiliki untuk masuk langsung ke pasar kerja dengan kemampuan praktis yang kuat. Di sisi lain, gelar sarjana (S1) menawarkan pondasi teoritis yang mendalam dan sering kali menjadi syarat masuk bagi beberapa posisi atau jenjang karier tertentu.

Oleh karena itu, keduanya memiliki nilai yang unik tergantung pada kebutuhan individu, kecenderungan karier, dan tujuan akademis seseorang. Penting untuk memilih gelar yang sesuai dengan minat, bakat, dan arah karier yang diinginkan.

Dengan berkembangnya pasar kerja yang semakin dinamis, peningkatan kualitas dan kesesuaian kompetensi menjadi prioritas utama. Baik gelar Sarjana Terapan (D4) maupun gelar sarjana (S1) dapat menjadi langkah awal yang kokoh dalam membangun karier yang sukses, asalkan disertai dengan keterampilan yang relevan, pengalaman praktis, dan ketekunan dalam belajar.

Sebagai lembaga pendidikan yang menawarkan gelar Sarjana Terapan (D4), Politeknik Tempo selalu berkomitmen untuk menyediakan pendidikan berkualitas dengan keseimbangan yang baik antara teori dan praktik. Semua ini bertujuan untuk mempersiapkan lulusan kami agar siap menghadapi tuntutan dunia kerja yang terus berkembang.

Jakarta, Ditjen Diksi – Sumber daya manusia yang kompeten akan semakin banyak dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI) pada masa kini hingga mendatang. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud terus berupaya melakukan berbagai macam terobosan baru melalui berbagai program dan kebijakan, utamanya bagi satuan pendidikan vokasi Tanah Air.

Salah satunya adalah program upgrading D3 menjadi sarjana terapan atau D4 yang turut disosialisasikan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto pada gelaran konferensi pers di Gedung Ditjen Pendidikan Vokasi  Kemendikbud, Jakarta (15/12). Hal ini guna menjawab kebutuhan DUDI dalam menyediakan SDM kompeten melalui pendidikan vokasi, khususnya perguruan tinggi vokasi.

Meskipun program upgrading D3 menjadi D4 merupakan salah satu program yang diyakini akan menyediakan banyak lulusan kompeten, tapi Wikan menegaskan bahwa program ini bersifat opsional, bukan kewajiban. Menurutnya, upgrading dari D3 menjadi D4 adalah salah satu regulasi yang win-win, yakni semua dimenangkan, baik pihak industri, lulusan perguruan tinggi, dan kampus. Misalnya industri, akan mendapatkan banyak SDM yang kompeten karena turut dilibatkan pada proses upgrade ini.

“Jadi, D3 naik ke D4 itu harus upgrade bersama industri dengan menerapkan paket lengkap. Tetapi, industri yang dimaksud adalah industri yang memang benar-benar relevan dengan program studi atau prodinya, serta mau berkomitmen untuk menyerap lulusannya,” tutur Wikan.

Sedangkan win untuk para lulusan perguruan tinggi akan menjadi lebih kompeten dan sesuai kebutuhan industri. Sehingga, mereka akan mendapat penghargaan serta karir yang lebik baik karena lulusan D4 sudah setara dengan S1. “Jadi, nanti yang menjadi teknisi atau operator terampil itu lulusan D2. Adapun lulusan D3 yang naik menjadi D4 akan memiliki capaian pembelajaran atau kompetensi sebagai calon supervisor lapangan, manajer lapangan, product designer untuk produk-produk aplikatif, dan bisa juga sebagai enterpreneur,” terang Wikan.

Soft Skill, Karakter, dan Leadership

Wikan menjelaskan, upgrade D3 menjadi D4 bukan dilakukan layaknya “sulap”, melainkan harus membuat kurikulum dan capaian kompetensi yang baru. Karenanya, perguruan tinggi vokasi diwajibkan untuk memenuhi syarat-syarat yang sudah ditetapkan. Adapun syarat yang paling utama, yaitu materi penguatan soft skill, karakter, serta leadership.

“Hard skill itu sudah jelas penting dalam pendidikan vokasi, tapi soft skill dan karakter serta leadership itu adalah on top. Ketika kurikulum D3 menjadi sarjana terapan, peningkatan soft skill dan karakternya itu dominan. Maka, akan memungkinkan terlahirnya banyak enterpreneur juga,” jelas Wikan.

Sedangkan persyaratan lainnya, yaitu prodi merupakan program D3 terakreditasi dengan peringkat B atau Baik Sekali, serta terdapat kebutuhan DUDI. Perguran tinggi vokasi juga harus memenuhi persyaratan yang diminta, yaitu menyiapkan kerja sama dengan DUDI, menyiapkan SDM, kurikullum, peraturan akademik, dan lain sebagainya.

Menurut Wikan, hasil survei sementara mengenai pengukuran minat dan kesiapan perguruan tinggi vokasi untuk upgrading D3 menjadi D4, tercatat sudah ada lebih dari 280 prodi D3 yang berminat dan siap. Bahkan, ada beberapa politeknik dan kampus vokasi universitas yang berminat untuk upgrade seratus persen prodi D3 menjadi sarjana terapan.

Di samping itu, Ditjen Diksi juga telah menyiapkan anggaran yang cukup besar di tahun 2021 untuk penguatan prodi yang fokus pada D4. “Akan ada program P3TV yang nanti akan kita fokuskan untuk penguatan D4. Bahkan, kita juga akan merilis program insentif bagi D3 yang melakukan upgrade ke D4,” ujar Wikan.

Adapun untuk program D4 lainnya, yaitu menikahkan D4 di Indonesia dengan kampus vokasi di Jerman, Taiwan, Jepang, atau dikombinasikan dengan S2 terapan fast track. Selain itu, Ditjen Diksi juga akan melakukan roadshow ke industri untuk mengenalkan D4. Dengan berbagai terobosan inilah diharapkan kampus-kampus yang mempertahankan D3 dapat melakukan upgrading ke D4 agar tidak tertinggal.

Sementara itu Benny Bandanadjaya selaku Direktur Perguruan Tinggi Vokasi dan Profesi berharap, dengan adanya bantuan untuk mendukung program D3 menjadi D4, maka akan ada sebuah perubahan yang cukup bagus untuk pendidikan tinggi vokasi di Indonesia. “Kita juga sedang berkolaborasi dengan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), yakni seluruh prodi D4 itu akan digabung ke dalam jalur SBMPTN dan SNMPTN. Ini adalah salah satu bentuk sosialisasi sehingga masyarakat dapat memilih, sekaligus menunjukkan kalau memang D4 dengan S1 itu setara. Pendaftaran tersebut sudah dapat dilakukan pada 2021,” terangnya. (Diksi/RA/AP/KR)

Teknologi Laboratorium Medis (TLM) dulu dikenal Analis Kesehatan merupakan suatu profesi yang bekerja pada sarana kesehatan melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau non manusia untuk mendukung tegaknya diagnosa suatu penyakit.

Di dalam agama Kristen, Maria, ibu Yesus, dikenal dengan bermacam-macam gelar (Bunda Berkeberkatan, Perawan Maria, Bunda Allah, Sayidatina, Perawan Suci), julukan (Bintang Laut, Ratu Surga, Pohon Sukacita Kami), sapaan (Panagia, Bunda Welas Asih, Teotokos), maupun beberapa nama yang berkaitan dengan tempat-tempat tertentu (Bunda Maria Lourdes, Bunda Maria Fatima).

Semua penyifatan tersebut mengacu kepada satu orang perempuan yang sama, yakni Maria, ibu Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru (tidak sama dengan Maria Magdalena, Maria istri Klopas, maupun Maria Salome). Penyifatan-penyifatan semacam ini digunakan dengan cara yang berbeda-beda oleh umat Kristen Katolik, Kristen Ortodoks Timur, Kristen Ortodoks Oriental, dan beberapa golongan umat Kristen Anglikan.

Beberapa penyifatan merupakan gelar yang bersifat dogmatis, sementara penyifatan-penyifatan selebihnya merupakan bentuk sapaan. Beberapa di antaranya bersifat puitis atau kiasan, rendah status kanoniknya atau tidak memiliki status kanonik sama sekali, tetapi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari amal saleh rakyat, dengan beragam tingkatan persetujuan dari pihak berwenang Gereja. Sebagian gelar mengacu kepada penggambaran sosok Maria lewat karya-karya seni rupa Katolik maupun karya-karya seni rupa pada umumnya. Banyak pula gelar Maria yang dipakai di dalam syair-syair lagu yang digubah khusus untuk menghormatinya.[1]

Gelar-gelar bagi Maria yang relatif banyak itu dapat dijelaskan dengan beberapa cara.[2] Beberapa gelar muncul karena alasan-alasan geografis dan kebudayaan, misalnya melalui penghormatan ikon-ikon tertentu. Gelar-gelar selebihnya berkaitan dengan penampakan-penampakan Maria.

Orang memohon syafaat Maria untuk berbagai macam kebutuhan insani dalam berbagai macam situasi. Kebiasaan ini memunculkan bermacam-macam gelar bagi Maria, misalnya Penasihat Ulung, dan Penolong Orang Sakit. Selain itu, tafakur dan devosi terhadap berbagai macam aspek peran Maria di dalam kehidupan Yesus telah melahirkan gelar-gelar tambahan, misalnya Bunda Yang Berdukacita.[3] Gelar-gelar lain terlahir dari dogma dan doktrin, misalnya Maria Diangkat ke Surga, Tertidurnya Bunda Allah, dan Maria Dikandung Tanpa Noda.

Penghormatan kepada Maria dikukuhkan pada tahun 431, ketika penyifatannya sebagai Teotokos atau Pelahir (atau Bunda) Allah ditetapkan sebagai dogma di dalam Konsili Efesus. Sejak saat itu, devosi kepada Maria, yang bertumpu pada hubungan mendalam dan rumit antara Maria, Yesus, dan Gereja, mulai merebak, mula-mula di Dunia Timur dan kemudian hari juga di Dunia Barat.

Reformasi Protestan mengecilkan peran Maria di berbagai tempat di Eropa pada abad ke-16 dan ke-17. Konsili Trento dan Kontra Reformasi menggencarkan devosi kepada Maria di kalangan umat Katolik Roma. Sekitar waktu yang sama, Maria menjadi salah satu sarana penginjilan di Benua Ameria dan beberapa tempat di Asia dan Afrika, contohnya laporan penampakan Bunda Maria Guadalupe yang membuat orang berbondong-bondong masuk Kristen di Meksiko.

Seusai Reformasi Protestan, karya sastra barok bertema Maria mengalami peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan sekitar 500 lebih karya tulis Mariologis pada abad ke-17 saja.[4] Pengutamaan Abad Pencerahan terhadap kemajuan ilmiah dan rationalisme membuat teologi dan Mariologi Katolik seringkali berada di posisi bertahan pada abad ke-18. Buku-buku semisal Kemuliaan Maria karangan Alfonsus Liguori, ditulis untuk membela penghormatan kepada Maria.

Di Gereja Ortodoks dan Gereja-Gereja Katolik Timur, pengangkatan Maria ke surga disebut Tertidurnya Bunda Allah. Hari peringatan Tertidurnya Bunda Allah tidak termasuk hari besar utama, karena dasarnya bukanlah Alkitab melainkan tradisi Gereja.

"Sayidatina" atau "Tuan Putri Kami" adalah gelar yang umum diberikan kepada Maria sebagai wujud rasa kagum dan hormat kepadanya. Maria disebut "Notre Dame" di Prancis, dan "Nuestra Señora" di Spanyol.[9]

Eleusa "Bunda Yang Lemah Lembut"

Hodegetria "Penunjuk Jalan"

Sedes Sapientiae "Takhta Kebijaksanaan"

Madonna Lactans "Bunda Yang Menyusui"

Mater Misericordiae "Bunda Yang Berbelaskasihan"

Maestà "Kemuliaan" Virgo Deipara "Perawan Yang Melahirkan Allah"

Pietà "Kepiluan" Mater Dolorosa "Bunda Yang Berdukacita"

Mater Amabilis "Bunda Pengasih" lazim disebut "Bunda dan Kanak-Kanak"

Madonna della seggiola "Bunda Yang Bertahana"

Teotokos artinya "Yang Melahirkan Allah" dan diterjemahkan menjadi "Bunda Allah". Gelar ini diberikan kepada Maria dalam Konsili Oikumene ke-3 di Efesus tahun 431 Masehi (bdk. Lukas 1:43).[28]

Al-Qur'an menyifatkan Maria (bahasa Arab: مريم, Maryam) dengan gelar-gelar berikut ini:

Gelar Pendidikan adalah gelar yang diberikan kepada lulusan bidang pendidikan studi dari perguruan tinggi, baik itu mulai dari jenjang pendidikan Diploma, Sarjana, hingga program Pascasarjana. Gelar pendidikan dibagi menjadi tiga, yakni gelar akademik, gelar vokasi, dan gelar profesi.